Senin, 28 Oktober 2013

kotbah kyai amatir about VIRGINITAS

 ini kotbah anak amatitr

Virginitas Kerusakan Virginitas dan Akar MasalahnyaTHIS IS IT ! VIRGINITAS ALA FRIED CHICKEN
(Apa lagi kalo bukan kapitalisme-sekularisme?)
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar Ruum 41).
“Tak ingin kalah dengan Kota Bandung….” Begitu tulis harian Radar Bogor (9/02/2013) dalam uraiannya, seperti headline yang fotonya tercantum di view. Wow, kayaknya saya harus salto, makan bakso, sambil bilang… pucuk.. pucuk.. pucuk. Kalo ulasannya begitu, berarti kira-kira kapan kota lain menyusul? Hadeww..
Masih ingat dengan istilah Ayam Kampus, Ayam Abu-Abu? Tahu nggak kenapa istilah itu masih aktual sampe sekarang? Yup, karena memang profesi ini masih digemari sampai sekarang. Gimana sebenarnya virginitas versi anak-anak ABG yang rela jadi ayam-ayaman?
Umumnya mereka cuek soal itu, karena memang ada sebab, kenapa mereka akhirnya menerjuni “dunia ayam” itu. Bisa jadi karena dia korban dari salah sekian korban remaja putri yang kena kibul pacarnya. Cowoknya telah merenggut keperawanannya, tanpa pernah mau bertanggung jawab. Baginya masa depan telah berakhir bersamaan dengan kegadisannya yang telah terenggut. Maka sisa hidupnya, dia habiskan hanya mencari kesenangan dengan menjadi wanita panggilan.
Bisa juga karena kondisi keluarga mereka kurang harmonis. Si ayah karena ngerasa dia kepala rumah tangga maka menyerahkan urusan rumah kepada isterinya. Sementara si ibu ternyata juga wanita karier, yang nggak mau di bikin susah kalo harus terus di rumah ngurusin anak. Maka akhirnya, anak hanya diurusi oleh pembantu. Sebagai sikap ‘protes’ si anak kemudian mencari pelampiasan kasih sayang di luar rumah. Tapi sayangnya, sikap itu keterusan dengan mencari kesenangan tanpa batas. Pada kelompok ini, biasanya mereka menjadi ayam bukan karena pengin duit, tapi hanya having fun aja.
Makanya kenapa kita sebut fried chicken, karena emang fried chicken merupakan salah satu menu ayam yang agak ‘berkelas’ dibanding menu ayam yang lain. Kalo ‘ayam’ biasa, mereka menjadi ‘ayam’ karena emang tuntutan ekonomi, biasanya kemiskinan yang jadi alasan.
Arti Sebuah Keperawanan
Sebelum kita ngobrol panjang lebar tentang virginitas, kita perlu sepakati dulu kalo tolok ukur alias standar yang kita gunakan sebagai paramater virginitas adalah aqidah Islam. Kenapa harus Islam? Pertama, karena itu adalah aqidah dan agama kita. Kedua, Islam itu nggak cuman ngobrol masalah ibadah ritual doang, tapi masalah keduniawian termasuk diantaranya virginitas juga dibahas. Ok sepakat?
Kalo sudah sepakat mari kita mulai membahasnya. Sebagian orang boleh aja berkomentar kalo keperawanan itu nggak penting. Tapi bagi seorang muslimah itu penting banget, karena masalah ini terkait dengan hukum-hukum yang lain. Tuh, keliatan banget kalo islam itu paripurna. Sehingga suatu perbuatan, berhubungan erat dengan kualitas perbuatan lain.
Pertama, perawan atau nggak, bisa jadi pertanda seorang muslimah itu bisa jaga diri, jaga kehormatan atau nggak, sebagaimana perintah Allah:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya…..dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nuur 31).
Nah bagi mereka yang menganggap perawan nggak penting, makanya mereka juga nggak punya rasa malu, akhirnya memilih untuk jadi fried chicken alias ayam-ayaman. Sehingga profesi ini mereka jalani layaknya mereka bekerja, kalo harus hilang keperawanannya menurut mereka itu konsekwensi dari pekerjaan. Karena urusannya dengan kerja, maka harus profesional, dan ukuran profesional itu biasanya adalah duit.
Kedua, keperawanan juga penting kalo dikaitkan dengan soal perkawinan. Seorang muslimah yang masih perawan (belum nikah) tentu berbeda perlakuannya dengan yang janda (sudah menikah). Misalnya, ketika masa khitbah Rasulullah menyampaikan haditsnya
“Hai Jabir, engkau kawin dengan perawan ataukah dengan janda?” Jabir menjawab, ‘Saya menikah dengan janda”. Rasulullah Saw bersabda, “Alangkah baiknya jika engkau mengawini perawan, engkau dapat menjadi hiburannya dan dia pun menjadi hiburan bagimu” (HR. Jamaah)
“Seorang janda tidaklah dinikahkah sehingga dimintai pendapatnya. Tidak pula seorang gadis dinikahkan kecuali dimintai izinnya dan izin darinya berupa sikap diamnya” (HR. Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi)
Ketiga, terkait dengan hukum haram menikahi wanita pezina sampai dia mau bertobat dan sudah selesai masa iddahnya. “Wanita yang berzina tidak boleh dinikahi oleh laki-laki yang berzina dan laki-laki musyrik. Yang demikian diharamkan atas orang-orang yang beriman” (QS. An Nur 3)
Intinya, virginitas adalah hal penting yang nggak bisa dianggap sepele. Menganggapnya enteng, sama halnya menganggap diri kita nggak punya harga diri. Kalo orang sudah nggak punya harga diri, maka apapun ditabraknya, termasuk hukum syariat Islam.
Sobatku, apa yang dilakukan teman-teman kita dengan menjadi ayam kampus, ayam abu-abu atau bahkan ayam biru (anak SMP) sebagai sebuah gambaran betapa amburadulnya pergaulan remaja kita saat ini. Kalo dulu menurut cerita orang-orang tua kita, saat mereka masih muda, jalan berdua antar lawan jenis aja para tetangga udah ributnya minta maaf.
Beda dengan sekarang. Ada anak gadis kita atau tetangga kita, diboyong ngalor-ngidul sama anak cowok, kita cuek aja. Bahkan kalo udah ketahuan halim…eh maksudnya hamil, tetangga pun kayaknya masih cuek dan memaklumi. Mereka pikir, “asal bukan anak saya”, nggak masalah buat mereka.
Begitulah masyarakat kita sekarang ini memandang kehormatan dan kesucian bukanlah sesuatu yang perlu dipertahankan. Kalo emang kejadian ‘kecelakaan’ ya, nikahin aja, apa repotnya sih, khan udah dikasih contoh oleh para seleb kita, yang sering kita saksikan di teve. Persis kayak dalam pelajaran bahasa Indonesia; ”buatlah seperti contoh!” Wasyah!
Ya, kaum seleb makin gila aja tingkah lakunya. Mulai dari hamil diluar nikah, kumpul kebo, sampe berani tampil seronok dengan pakaian yang serba press body, atau yang memperlihatkan (maaf) belahan dadanya.
Padahal kita tahu mereka perempuan, yang memang harus lebih menjaga kehormatan dan kesuciannya. Tapi apa yang mereka lakukan, malah justru menjual murah kehormatan dan kesuciannya.
Biar Keperawanan Tetap Utuh
Buat teman-teman kita yang udah terlanjur jadi ayam kampus, ayam abu-abu, ayam biru atau kupu-kupu malam, kita perlu ingatkan bahwa mereka telah berbuat zina. Ok, kalo mereka tetap cuek terhadap kehormatan atau kesucian, tapi coba terus kita sampaikan bahwa mereka telah berzina. Selain maksiat binti dosa, zina membawa dampak buruk yang luar biasa. Gimana nggak? Lha wong zina itu menjadi penghantar tertularnya penyakit seksual macam gonorhoe, sipilis, bahkan AIDS. Nggak hanya itu, zina juga berpotensi merusak tatanan kehidupan rumah tangga. Gara-gara zina juga, Allah bisa murka kepada kita, sebagaimana sabda Nabi Saw : “Apabila telah nampak perzinahan dan riba di suatu negeri, maka penduduk negeri itu telah menghalalkan diri mereka sendiri untuk mendapatkan azab Allah” (HR. Thabrani dan Al Hakim)
Mungkin ada yang masih bandel membela begini “..tapi pelacuran bermanfaat, khan bisa menghasilkan pajak”. Non, mau ada manfaat atau kagak, yang namanya barang buruk bin haram, ya tetap nggak boleh. Jangan salah menilai, mentang-mentang bisa mendatangkan manfaat, lalu pelacuran ok saja, prostitusi jalan terus. Nggak seperti itu.
Sebab yang jadi fokus pembahasan kita adalah zina itu haram, sebagaimana Firman Allah: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al Israa’ : 32).
Nah kawan-kawan, ‘mendekati zina’ aja dilarang, apalagi melakukan perzinahan. Tidak kompromi! Mau karena duit kek, pengen seneng-seneng kek, apapun lah. Diungkapkan dalam Al Quran bahwa zina adalah perbuatan yang keji dan jalan yang buruk, merupakan peringatan dan penjelasan bahwa perbuatan tersebut adalah haram.
Wujud dari keharaman zina itu dipertegas dengan sangsi bagi pelaku zina, sebagaimana dalam Al Quran disebutkan :
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka cambuklah tiap seorang dari keduanya seratus kali cambukan, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman” (QS. An Nuur : 2).
Wah, kejam amat ya ! Kalo kamu berpikir bahwa hukuman itu kejam, maka lebih kejam mana dengan membiarkan zina tetap legal sehingga mengakibatkan kerusakan tatanan kehidupan dan menimbulkan berbagai penyakit? Nah loe !
Makanya, standar kejam atau nggak, bukanlah standar kebenaran. Bahkan di ayat tadi (An Nuur 2) disebutkan “janganlah belas kasihan mencegah kamu menjalankan hukum Allah”, itu artinya memang standarnya bukan perasaan, apalagi HAM.
Gals, sebagian besar orang sekarang (termasuk kaum muslim) sudah tertipu dengan ide HAM dan demokrasi. Bahkan dibela-belain mereka lebih memilih HAM daripada syariat Islam yang jelas-jelas datangnya dari Allah SWT sebagai Sang Khalik kita. Sementara standar HAM itu relatif, nisbi dan bisa jadi subyektif. Yang menurutnya bisa menguntungkan mereka, maka dikatakan itu melanggar HAM. Seperti halnya ketika Islam melarang zina, pelacuran dan prostitusi. Maka rame-rame para pembela HAM itu mengatakan Islam itu kejam, diskriminatif.
“Kalo islam melarang zina, pelacuran, lalu siapa yang memberi makan mereka dan anak-anak mereka” itu biasanya alasan umum mereka. Dan sebagian masyarakat tertipu dengan pembelaan mereka itu, sehingga yang sebelumnya sudah berprofesi pelacur akan tambah mantab, sedang masyarakat yang lain membela.
Kita perlu sampaikan disini untuk menjawab alasan di atas ada dua sisi yang harus dipahami. Pertama, soal rizki itu sudah merupakan ketetapan Allah, sehingga nggak perlu kita risau, nggak bisa makan. Sebab memang datangnya rizki itu hanyalah Allah. Yang bisa kita usahakan sebagai mahluk-Nya adalah mencari ‘sesuatu’ yang bisa mendatangkan rizki Allah, salah satunya bekerja. Tapi ingat, bekerja itu pun bukan sebab datangnya rizki, sekali lagi bekerja itu adalah ‘perantara’ datangnya rizki. Sebab bisa jadi ortu kamu bekerja siang-malam, tetapi begitu dapat gaji, ternyata adik kamu sakit keras yang butuh biaya banyak, sehingga gaji bokap kamu, ‘terpaksa’ buat ongkos berobat. Padahal kamu berpikir mungkin dengan uang gaji bokap, kamu bisa beli ini dan itu, tapi ternyata uang hasil kerja itu hanya ‘mampir lewat’ aja, selanjutnya diberikan kepada pihak rumah sakit, tempat adik kita sakit tadi. Sehingga kalo para pelacur itu nggak berprofesi lagi, bukan berarti mereka nggak bisa makan. Karena yang menjamin rizki adalah Allah. Mereka bisa bekerja di tempat yang lain yang halal.
Kedua, ketika Islam melarang pelacuran atau prostitusi, bukan berarti Islam cuek terhadap dampak setelahnya. Perlu diingat bahwa para pelacur itu bagian dari masyarakat, sedangkan masyarakat itu bagian dari sistem negara ini. Maka adalah tanggung jawab negara, ketika para pelacur itu di razia dan ditangkapi. Negara harus memberikan wejangan kepada para pelacur itu agar tidak kembali menjalani profesi itu. Trus, negara juga harus menyediakan ‘fasilitas’, misalnya lapangan kerja buat mereka. Dan yang nggak kalah pentingnya, negara juga harus membuntu segala celah yang bisa membuat kaum wanita tergiur menjadi pelacur, diantaranya budaya permisiv alias kebebasan.
Bicara budaya permisiv, ini sudah jadi pembicaraan umum. Dan sudah ketahuan juga dampak dari budaya permisiv itu jelas-jelas membuat para remaja merasa dapat angin segar untuk ngelakuin apa aja sebebas-bebasnya. Prinsipnya kayak syair sebuah lagu “yang penting hepy”. Ya, yang penting mereka senang, urusan moral, agama apalagi, itu nggak masuk hitungan. Itulah ciri masyarakat secular. Puihh, payah nian.
Dan ini sedikit faktanya
Dan bukti dari kerusakan akibat pacaran itu nampak di depan mata kita. Akibat pertama yang kita bisa lihat dengan jelas adalah perilaku seks bebas. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2009 pernah merilis perilaku seks bebas remaja dari penelitian di empat kota yakni Jakarta Pusat, Medan, Bandung, dan Surabaya hasil yang didapat sebanyak 35,9% remaja punya teman yang sudah pernah berhubungan seksual sebelum menikah.
Seks pranikah juga dilakukan remaja di sejumlah wilayah lain di Indonesia. Di Surabaya, misalnya, tercatat 54 persen. Sementara di Bandung 47 persen serta 52 persen di Medan. “Hasil penelitian di Yogyakarta dari 1.160 mahasiswa, sekitar 37 persen mengalamai kehamilan sebelum menikah”
Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 2010 menunjukkan, 51 persen remaja di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi atau Jabodetabek telah berhubungan seks pranikah. “Artinya dari 100 remaja, 51 sudah tidak perawan,” kata Kepala BKKBN Sugiri Syarief usai memberikan sambutan pada acara grand final Kontes Rap memperingati Hari AIDS sedunia di lapangan parkir IRTI Monas, Ahad (28/11/2012)
Setelah berani melakukan seks bebas, maka resiko dari akibat seks bebas adalah hilangnya virginitas. BKKBN memiliki data di tahun 2010, 54 persen remaja di Surabaya, Jawa Timur sudah kehilangan kegadisan. Pun demikian juga di kota-kota lain, seperti di Medan 2 persen remaja putrinya kehilangan kegadisan dan di Bandung angkanya mencapai 47 persen.
“Hasil penelitian di Jogja, dari 1.160 mahasiswa, sekitar 37 persen mengalami kehamilan sebelum menikah,” jelas Sugiri Syarief, Kepala BKKBN usai acara Grand Final Kontes Rap memperingati Hari AIDS sedunia di lapangan parkir IRTI Monas.
Apakah berhenti di situ? Tidak, setelah hilangnya keperawanan, maka akibat berikutnya, ada 2 kemungkinan, bisa terjadi aborsi bagi yang tidak menginginkan jabang bayi, atau si wanita menjual diri alias jadi wanita tuna susila, jika akhirnya si pacar nggak mau bertanggungjawab. Bagaimana data kedua keburukan tersebut?
Data BKKBN mengenai estimasi aborsi di Indonesia per tahun mencapai 2,4 juta jiwa, sebanyak 800 ribu di antaranya terjadi di kalangan remaja. “Dari 2,5 jutaan pelaku aborsi tersebut, 1 – 1,5 juta di antaranya adalah remaja. Remaja sudah bisa aktif secara seksual, namun sulit memperoleh alat kontrasepsi. Akibatnya terjadi kehamilan yang tidak diinginkan,” kata Sudibyo Alimoesa, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN saat dihubungi detikHealth, Rabu (30/5/2012)
Sementara data pekerja seks komersil di Indonesia, data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2008-2009, menyebutkan dari 40 ribu sampai 70 ribu pekerja seks komersial (PSK) di Indonesia, sekitar 30 persen dilakoni anak-anak di bawah umur yakni berusia di bawah 18 tahun.
Nah, begitu sudah mengenal dunia prostitusi, maka kerusakan berikutnya yang harus kita tanggung bersama adalah menyebarnya penyakiat AIDS. Sebab penyakit ini bisa menyebar salah satunya dengan hubungan seks oleh penderita AIDS. Dari total kasus HIV/AIDS di Indonesia yang dilaporkan pada 1 Januari-30 Juni 2012 tercatat sebanyak 9.883 kasus HIV dan 2.224 kasus AIDS, dengan 45 persen di antaranya diidap oleh kaum muda.
Sedangkan data Kementerian Menteri Kesehatan akhir Juni 2010 mencatat, terdapat 21.770 kasus AIDS serta 47.157 kasus HIV positif dengan persentase pengidap usia 20-29 tahun, yakni 48,1 persen dan usia 30-39 tahun 30,9 persen. Selain itu, kasus penularan terbanyak adalah heteroseksual 49,3 persen, homoseksual 3,3 persen, dan IDU 40,4 persen.
Lalu, apakah kerusakannya hanya berhenti di situ? Jawabannya TIDAK. Akibat berikutnya yang paling dekat, setelah kasus-kasu di atas adalah kasus bunuh diri. Bisa jadi karena malu harus menanggung seorang diri kehamilan sementara sang pacar pergi tanpa pesan. Dia mau enaknya, nggak mau anaknya. Atau nekad bunuh diri, karena suaminya selingkuh dan sering jajan ke prostitusi. Atau bunuh diri karena putus asa dengan penyakit AIDS yang dideritanya.
Nah, ini nggak bisa dibiarkan berlanjut, kalo kita emang masih care dengan kondisi pergaulan remaja kita. Harus ada upaya yang serius, simultan dan sinergi bergandengan tangan menumpas abis budaya permisiv yang sekularistik. Caranya? Dengan menjalin kerjasama di semua komponen. Mulai dari individu di keluarga dengan menanamkan aqidah Islam yang shahih, ketakwaan yang tiada tanding bagi anggota keluarga. Masyarakat juga yang ketat dalam mengontrol aktivitas warganya, menstadarisasi setiap kejadian yang ada di sekitarnya dengan aqidah dan syariat Islam. Serta peranan negara dalam penerapan aturan yang solutif dan sanksi yang tegas.
Tiga kekuatan ini kalo digabungkan menjadi kekuatan dahsyat yang bisa mencegah kerusakan lebih jauh dalam rangka melindungi kehormatan manusia.
Mari kita renungkan firman Allah Swt.: “…Jika kamu (hai kaum muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS Al-Anfaal 73).
Gals, sekularisme emang bikin sengsara umat manusia. Jadi, mari mengembalikan kesucian dan kehormatan umat manusia dengan menggusur ideologi kapitalisme-sekularisme dari kehidupan kita. Selanjutnya, terapkan Islam sebagai ideologi negara. Kagak pake dilama-lamain lagi. Mari berjuang sekarang juga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar